Minggu, 14 Februari 2010

The Pursuit Of Happiness

Tulisan ini tidak bertutur soal film tentang Chris Gardner yang dibintangi Will Smith itu dalam The Pursuit Of Happiness itu. Ini jelas bukan tentang film itu, titik. Satu hal yang cukup membuat sama ini tulisan sama tu film, tulisan ini dan film itu sama2 bertemakan kebahagiaan, berburu kebahagiaan. Lah kok berburu kebahagiaa?. Kalo udah pernah nonton tu film, memang pesan umumnya tentang kebahagiaan kok, begitupun dengan tulisan ini. Tulisan ini boleh disebut contekan (tapi bukan karena judulnya ya), jiplakan, resume, atau catatan dari kata-kata orang yang aku dengar, tapi apapun itu, ini original karyaku sendiri, nggak maen copy and paste sembarangan. Sekedar berbagi pesan yang pernah aku dapatkan, sekali lagi tentang kebahagiaan. berbahagialah orang yang berbahagia. Loh, kok. Yaiyalah, masak orang bahagia kagak bahagia, aneh itu namanya.

(Pesan untukmu ada di bagian bawah, baca mpe habis ya. Pesan ini akan hancur dengan sendirinya setelah lima detik kamu baca. Charlie Angels kali!!!)

Siang itu saat melakukan pertemuan dengan direktur [kami menyebutnya begitu, bukan bang rektor], aku dan beberapa kawan dari jurnal kampus mendapat beberapa nasihat yang menurutku sangat menarik. Sebelum aku mengatakan apa yang dia nasehatkan itu, ada baiknya aku katakan sesuatu terlebih dahulu tentang dia. Mungkin menjadi bagian yang tak penting. Tetapi paling tidak kamu bisa mendapat sedikit gambaran tentang latar belakang keilmuannya.
Di antara direktur kampus yang pernah aku kenal, dialah salah satu yang menurutku agak berbeda. Dari segi keilmuan orang yang satu ini memang memiliki basic akademis yang lebih mapan dengan jaringan yang luas.
Sebelum bicara panjang lebar, Seyyed Ahmad Fazeli [ni namanya ni], bercerita sedikit tentang pengalamannya waktu menghadap pada salah seorang ulama besar di Iran, Ayatullah Taqi Mizbah Yazdi. “ketika saya datang ke tempat Ayatullah Mizbah Yazdi, kalian tau apa yang ia katakan padaku ketika aku menyakatan keinginanku untuk belajal padanya?” dia bilang gitu, in varsi [untung tadi diterjemahin]. “Ayatullah bilang, ‘kamu datang lagi besok saja!’” Kata Seyyed Fazeli. “Hal itu juga sama dengan kondisi kita saat ini. Tetapi saya tidak akan meminta anda2 untuk pulang dan datang kemari besok hanya karena saya ingin bicara panjang lebar sedangkan waktu kita hanya sedikit.”
Sebuah introduction yang menurutku cukup menarik. Ah dasar orang Iran!
Akhirnya siang itu, aku dapat kuliah tambahan di ruang kerja direktur. Meski teman2 pada marah karena dosennya kami sabotase buat terjemahin tu pak direktur ngomong bahasa Persi, mending kalo Nginggris, pErsi...kagak paham babar blasss. Dia bicara tentang 3 Karakter yang harus dimiliki oleh pemuda Islam. Jiah, jadi merasa jauh ni Q kalo bicara soal pemuda Islam, jadi bayangin diri waktu di kampung pake peci pake sarung pergi ke madrasah. Pertama, katanya pemuda Islam itu harus punya kapasitas akhlah yang baik. Oce deh pak, nderek langkung....! permisi! hehhe ni mah unggah unggunya orang jawa, mana paham dia. Ehmmm, agar tidak pusing ngeresep tu wejangan, pak direktur akhirnya ngasih contoh juga. “ Jika orang tua anda meminta anda untuk membersihkan ruang tamu rumah anda, dan anda menolak permintaan itu, maka jelas anda tidak memiliki akhlak yang baik. Tetapi jika anda menerimanya, dengan keikhlasan, dengan ketulusan dan menyandarkan hal itu pada Allah SWT, maka anda memiliki cukup kapasitas akhlak yang baik. Atau bisa juga misalnya, awalnya anda menolak itu, tetapi kemudian anda menyadari bahwa setiap orang pernah salah, kemudian anda coba perbaiki itu, tidak hendak mengulanginya lagi, anda pun dapat dikatakan memiliki kapasitas akhlak yang baik pula. Seorang yang pernah melakukan kesalahan dan menyadari kesalahan itu, dia akan bangkit dan memperbaiki kualitas akhlaknya. Berakhlak di sini dengan begitu adalah mengenal diri anda sendiri sebagaimana seharusnya. Bisa dikakatakan takwa.“
Kedua, ilmu. Hemmm, contoh lagi,lagi2 contoh, iya deh kami denger pak..! Dia bilang, “jika ada dua pemuda maka sesuai ilmunyalah ia dapat dinilai. Yang lebih berilmu, adalah dia yang lebih tinggi derajatnya, di mata manusia maupun di mata Allah.”
Ketiga, untuk yang ketiga ini agak susah sepertinya pak dosen saya menterjemahkan ke bahasa. Ada beberapa term tadi yang sempat muncul dari upaya pak dosen saya untuk menterjemahkannya. Positif, kebahagiaan, positif energi, ketulusan. Antara keempat term ini, yang agak mendekati maksud yang dikatakan pak dosen kayaknya kebahagiaan dan positif energi. Dia berkata untuk selanjutnya, jiah masih contoh lagi, “jika ada dua pemuda sama2 berakhlak, dan berilmu, maka untuk memperbandingkannya adalah melihat seberapa jauh dia dapat memaknai aktifitas hidupnya. Jadi seorang pemuda Islam yang baik itu harus memiliki Akhlak, ilmu, dan positif energi (kebahagiaan).”
Kemudian dia bicara panjang lebar lagi tentang, kebahagiaan itu. (bagian ketiga ini yang mo aku sampein ke kamu, bukan tentang kita). Dia sempat menghubungkan kebahagiaan dengan musik, dengan hal-hal yang bersifat keduniawian, dan bla.bla.bla. Tentang musik misalnya, apakah musik memiliki pengaruh pada kondisi jiwa kita. Dia agaknya kurang begitu suka dengan musik, sehingga bilang bahwa menurut penelitian, seseorang macam rocker atau musisi lainnya biasanya umurnya tidak panjang. Dan dia bilang hal itu ada kaitannya dengan kebahagiaan. Ada kekosongan pada jiwa mereka, atau ketuaan pada hati mereka. mungkin ada kaitannya bahwa kebahagiaan yang dicapai dan di dapat dari musik bersifat badani, bersifat duniawi, yang kadang mengabaikan aspek jiwani atau ukhrowi.
Dan ini ni, bagian yang menurutku menarik itu. Aku agak ngeh maksudnya ketika dia mencontohkan bayangan di cermin dan kita. Kita merasa bahagia ketika melihat cantik, melihak cakep, melihat keanggunan, melihat kegagahan di cermin dari diri kita. Tetapi menurutnya kebahagiaan itu masih bersifat kewadagan, jasaddiyah. Kebahagiaan bagi jiwa adalah ketika kita menghasilkan sesuatu katanya.
Bukan sekedar menghasilkan sesuatu, tetapi dalam prosesnya itu kita dapat melihat arti penting kebahagiaan bagi seorang pemuda muslim. Ketika anda mengerjakan sesuatu dengan ketulusan, dengan kebahagiaan, apa yang kita hasilkan pun akan berbeda dengan hasil yang akan didapat ketika kita tidak melakukan itu. Secara jiwani, apa yang kita hasilkan itu mengalir jiwa bahagia kita, sehinga apa yang kemudian menjadi hasil dari itu adalah sesuatu yang bernilai positif, bahkan dapat menebarkan aura kebahagiaan pula pada orang lain. Penghayatan, ketulusan, keikhlasan, dan dengan rasa bahagia melakuakn itu akan memberi nilai yang baik.

Pada kuliahmu, ah kamu sering mengeluh, bilang maleslah, nge-BT-in mungkin, dari penjelasan yang diberikan oleh Seyyed Ahmad tadi aku cukup khawatir dengan hasil yang akan kamu capai. Hemmmmm mungkin secara fisik bisa saja kamu mendapat sesuatu yang mungkin dibilang tinggi misalnya, tetapi aku khawatir secara jiwani apa yang kamu capai menjadi beban jiwa dan hatimu dalam menjalani hidup. So, yang ingin aku katakan padamu, nikmati saja, jalani dengan tulus ikhlas takdirmu menjadi mahasiswa yang tiap hari ngadepin angka dan teori2 yang rumit itu. Kamu baru sampai pada proses untuk memproduksi sesuatu, kalau boleh dibilang gitu. Dan sebelum proses itu selesai, dengan hasil nilai transkip yang memuaskan misalnya, bukannya lebih baik tuh kamu maknai, kamu jalani, kamu nikmati, kamu hayati, kamu ikhlasi, kamu tulusi, kamu beri nilai-nilai kebahagiaan pada proses itu. Biar hasil yang kamu capai nanti menghasilkan sesuatu yang membahagiakanmu dunia dan akhirat.

Bisa dibaca nggak ya tulisan panjang ni...? wallahua’lam deh..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar